JAKARTA - Pangkat merupakan kedudukan yang menunjukan tingkatan Jabatan
berdasarkan tingkat kesulitan, tanggung jawab, dampak, dan persyaratan
kualifikasi pekerjaan yang digunakan sebagai dasar penggajian.
Dengan
pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17, Pasal 18 ayat (4),
Pasal 19 ayat (4), Pasal 20 ayat (4), Pasal 57, Pasal 67, Pasal 68 ayat
(7), Pasal 74, Pasal 78, Pasal 81, Pasal 85, Pasal 86 ayat (4), Pasal
89, Pasal 91 ayat (6), Pasal 92 ayat (4), dan Pasal 125 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Presiden Joko Widodo
pada 30 Maret 2017 telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor:
11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Manajemen
Pegawai Negeri Sipil adalah pengelolaan pegawai negeri sipil untuk
menghasilkan pegawai negeri sipil yang profesional, memiliki nilai
dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme,” bunyi Pasal 1 ayat (1) PP ini, seperti
dikutip dari laman Setkab, Selasa (18/4).
Manajemen
PNS itu meliputi: a. penyusunan dan penetapan kebutuhan; b. pengadaan;
c. pangkat dan Jabatan; d. pengembangan karier; e.pola karier; f.
promosi; g. mutasi; h. penilaian kinerja; i. penggajian dan tunjangan;
j. penghargaan; k. disiplin; l. pemberhentian; m. jaminan pensiun dan
jaminan hari tua; dan n. Perlindungan.
Ditegaskan
dalam PP tersebut, Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi
pembinaan PNS berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian PNS. Namun Presiden dapat mendelegasikan kewenangan
menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS kepada: a.
menteri di kementerian; b. pimpinan lembaga di lembaga pemerintah
nonkementerian; c. sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negara dan
lembaga nonstruktural; d. Gubernur di provinsi; dan e. bupati/walikota
di kabupaten/kota.
“Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud, pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian bagi pejabat pimpinan tinggi utama, pejabat pimpinan
tinggi madya, dan pejabat fungsional keahlian utama,” bunyi Pasal 3 ayat
(3) PP tersebut.
Adapun
penyusunan dan penetapan kebutuhan jumlah dan jenis Jabatan PNS
dilakukan sesuai dengan siklus anggaran. Untuk itu, setiap Instansi
Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis Jabatan PNS
berdasarkan analisis Jabatan dan analisis beban kerja. Penyusunan
dilakukan per jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu)
tahun berdasarkan prioritas kebutuhan.
Penyusunan
kebutuhan jumlah dan jenis Jabatan PNS sebagaimana dimaksud, menurut PP
ini, meliputi kebutuhan jumlah dan jenis: a. Jabatan Administrasi
(JA); b. Jabatan Fungsional (JF); dan c. Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT).
Untuk
kebutuhan PNS secara nasional, menurut PP ini, ditetapkan oleh Menteri
(yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pendayagunaan
aparatur negara) pada setiap tahun, setelah memperhatikan pendapat
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan
pertimbangan teknis Kepala BKN (Badan Kepegawaian Negara).
Penetapan
kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan usul dari:
a.PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) Instansi Pusat; dan b. PPK Instansi
Daerah yang dikoordinasikan oleh Gubernur.
Pengadaan PNS
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 itu menegaskan, untuk menjamin kualitas PNS, pengadaan PNS dilakukan secara nasional. Pengadaan PNS, menurut PP ini, merupakan kegiatan untuk mengisi kebutuhan: a.Jabatan Administrasi, khusus pada Jabatan Pelaksana; b. Jabatan Fungsional Keahlian, khusus pada JF ahli pertama dan JF ahli muda; dan c. Jabatan Fungsional Keterampilan, khusus pada JF pemula dan terampil.
Pengadaan
PNS sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilakukan melalui tahapan: a.
perencanaan; b. pengumuman lowongan; c. pelamaran; d. seleksi; e.
pengumuman hasil seleksi; f. pengangkatan calon PNS dan masa percobaan
calon PNS; dan g. pengangkatan menjadi PNS.
Ditegaskan
dalam PP ini, setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang
sama untuk melamar menjadi PNS dengan memenuhi persyaratan sebagai
berikut: a.usia paling rendah 18 (delapan belas) tahun dan paling tinggi
35 (tiga puluh lima) tahun pada saat melamar; b.tidak pernah dipidana
dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan
pidana penjara 2 (dua) tahun atau lebih; c.tidak pernah diberhentikan
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat
sebagai PNS, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia, atau diberhentikan tidak dengan hormat
sebagai pegawai swasta; d. tidak berkedudukan sebagai calon PNS, PNS,
prajurit Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia; e.tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik
atau terlibat politik praktis; f. memiliki kualifikasi pendidikan
sesuai dengan persyaratan Jabatan; g. sehat jasmani dan rohani sesuai
dengan persyaratan Jabatan yang dilamar; h.bersedia ditempatkan di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau negara lain yang
ditentukan oleh Instansi Pemerintah; dan i.persyaratan lain sesuai
kebutuhan Jabatan yang ditetapkan oleh PPK.
“Batas
usia sebagaimana dimaksud dapat dikecualikan bagi Jabatan tertentu,
yaitu paling tinggi 40 (empat puluh) tahun. Jabatan tertentu sebagaimana
dimaksud ditetapkan oleh Presiden,” bunyi Pasal 23 ayat (2,3) PP No. 11
Tahun 2017 itu.
Adapun
seleksi pengadaan PNS sebagaimana dimaksud terdiri atas 3 (tiga) tahap:
a.seleksi administrasi; b. seleksi kompetensi dasar; dan c.seleksi
kompetensi bidang. Pelamar yang dinyatakan lulus seleksi sebagaimana
dimaksud, menurut PP ini, diangkat dan ditetapkan sebagai calon PNS oleh
PPK setelah mendapat persetujuan teknis dan penetapan nomor induk
pegawai dari Kepala BKN, dan akan menjalani masa percobaan selama 1
(satu) tahun yang dilaksanakan melalui proses pendidikan dan pelatihan.
PP
ini menegaskan, calon PNS yang mengundurkan diri pada saat menjalani
masa percobaan sebagaimana dimaksud dikenakan sanksi tidak boleh
mengikuti seleksi pengadaan PNS untuk jangka waktu tertentu. Adapun
calon PNS yang telah memenuhi persyaratan diangkat menjadi PNS oleh PPK
ke dalam Jabatan dan pangkat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pangkat dan Jabatan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2017, juga mengatur tentang masalah pangkat dan jabatan.
Menurut PP ini, pangkat merupakan
kedudukan yang menunjukan tingkatan Jabatan berdasarkan tingkat
kesulitan, tanggung jawab, dampak, dan persyaratan kualifikasi pekerjaan
yang digunakan sebagai dasar penggajian. “angkat sebagaimana dimaksud
diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai gaji, tunjangan
dan fasilitas bagi PNS,” bunyi Pasal 46 ayat (2) PP tersebut.
Disebutkan dalam PP ini, jabatan PNS
terdiri atas: a. Jabatan Administrasi (JA); b. Jabatan Fungsional (JF);
dan c. Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT). Nomenklatur Jabatan dan pangkat
JPT utama dan JPT madya, menurut PP ini, ditetapkan oleh Presiden atas
usul Instansi Pemerintah terkait setelah mendapat pertimbangan Menteri.
Sementara nomenklatur Jabatan dan pangkat JPT pratama, JA, dan JF untuk
masing-masing satuan organisasi Instansi Pemerintah ditetapkan oleh
pimpinan Instansi Pemerintah setelah mendapat persetujuan Menteri.
Pengisian Jabatan pelaksana, JF keahlian
jenjang ahli pertama, JF keterampilan jenjang pemula, dan JF
keterampilan jenjang terampil, menurut PP ini, dapat dilakukan melalui
pengadaan PNS.
Adapun pengisian Jabatan administrator,
Jabatan pengawas, JF keahlian jenjang ahli utama, JF keahlian jenjang
ahli madya, JF keahlian jenjang ahli muda, JF keterampilan jenjang
penyelia, JF keterampilan jenjang mahir, dan/atau JPT, menurut PP ini,
dapat dilakukan melalui rekrutmen dan seleksi dari PNS yang tersedia,
baik yang berasal dari internal Instansi Pemerintah maupun PNS yang
berasal dari Instansi Pemerintah lain.
PP ini menyebutkan, jenjang JA dari yang
paling tinggi ke yang paling rendah terdiri atas:a. Jabatan
administrator; b. Jabatan pengawas; dan c. Jabatan pelaksana.
Persyaratan untuk dapat diangkat dalam
Jabatan administrator, menurut PP ini, adalah: a.berstatus PNS;
b.memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan paling rendah sarjana atau
diploma IV; c.memiliki integritas dan moralitas yang baik; d. memiliki
pengalaman pada Jabatan pengawas paling singkat 3 (tiga) tahun atau JF
yang setingkat dengan Jabatan pengawas sesuai dengan bidang tugas
Jabatan yang akan diduduki; e. setiap unsur penilaian prestasi kerja
paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; f.memiliki
Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural
sesuai standar kompetensi yang dibuktikan berdasarkan hasil evaluasi
oleh tim penilai kinerja PNS di instansinya; dan g. sehat jasmani dan
rohani.
“Persyaratan sebagaimana dimaksud
dikecualikan bagi PNS yang mengikuti dan lulus sekolah kader dengan
predikat sangat memuaskan,” bunyi Pasal 54 ayat (2) PP tersebut.
Sedangkan persyaratan untuk dapat
diangkat dalam Jabatan pelaksana adalah: a.berstatus PNS; b.memiliki
kualifikasi dan tingkat pendidikan paling rendah sekolah lanjutan
tingkat atas atau yang setara; c.telah mengikuti dan lulus pelatihan
terkait dengan bidang tugas dan/atau lulus pendidikan dan pelatihan
terintegrasi; d. memiliki integritas dan moralitas yang baik; e.memiliki
Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial
Kultural sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan; dan f. Sehat
jasmani dan rohani.
Bagi PNS yang berasal dari daerah
tertinggal, perbatasan, dan/atau terpencil yang akan diangkat dalam
Jabatan administrator pada Instansi Pemerintah di daerah tertinggal,
perbatasan, dan/atau terpencil, dikecualikan dari persyaratan
kualifikasi dan tingkat pendidikan sebagaimana dimaksud.
Namun PNS sebagaimana dimaksud wajib
memenuhi persyaratan kualifikasi dan tingkat pendidikan paling lama 5
(lima) tahun sejak diangkat dalam Jabatan. “Setiap
PNS yang memenuhi syarat Jabatan mempunyai kesempatan yang sama untuk
diangkat dalam JA yang lowong,” bunyi Pasal 56 ayat (1) PP No. 11 Tahun
2017 itu.
Menurut
PP ini, PNS diberhentikan dari JA apabila: a. mengundurkan diri dari
Jabatan; b. diberhentikan sementara sebagai PNS; c. menjalani cuti di
luar tanggungan negara; d. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam)
bulan; e.ditugaskan secara penuh di luar JA; atau f. tidak memenuhi
persyaratan Jabatan.
Pejabat Fungsional
PP ini menegaskan, bahwa pejabat Fungsional berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas JF.
“JF
memiliki tugas memberikan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada
keahlian dan keterampilan tertentu,” bunyi Pasal 68 PP ini.
Kategori
JF terdiri atas: a. JF keahlian; dan b. JF keterampilan. Sedangkan
jenjang JF keahlian terdiri atas: a. ahli utama; b. ahli madya; c. ahli
muda; dan d. ahli pertama. Jenjang JF keterampilan sebagaimana dimaksud, terdiri atas: a. penyelia; b. mahir; c. terampil; dan d. pemula.
Menurut
PP ini, JF ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut: a.fungsi dan
tugasnya berkaitan dengan pelaksanaan fungsi dan tugas Instansi
Pemerintah; b. mensyaratkan keahlian atau keterampilan tertentu yang
dibuktikan dengan sertifikasi dan/atau penilaian tertentu; c. dapat
disusun dalam suatu jenjang Jabatan berdasarkan tingkat kesulitan dan
kompetensi; d. pelaksanaan tugas yang bersifat mandiri dalam menjalankan
tugas profesinya; dan e.kegiatannya dapat diukur dengan satuan nilai
atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan dalam bentuk angka kredit.
PNS
diberhentikan dari JF, menurut PP ini, apabila: a. mengundurkan diri
dari Jabatan; b. diberhentikan sementara sebagai PNS; c. menjalani cuti
di luar tanggungan negara; d.menjalani tugas belajar lebih dari 6
(enam) bulan; e. ditugaskan secara penuh di luar JF; atau f.tidak
memenuhi persyaratan Jabatan.
“Dalam
rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan pencapaian kinerja
organisasi, pejabat fungsional dilarang rangkap Jabatan dengan JA atau
JPT, kecuali untuk JA atau JPT yang kompetensi dan bidang tugas
Jabatannya sama dan tidak dapat dipisahkan dengan kompetensi dan bidang
tugas JF,” bunyi Pasal 98 PP ini.
Ditegaskan
dalam PP ini, setiap JF yang telah ditetapkan wajib memiliki 1 (satu)
organisasi profesi JF dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun
terhitung sejak tanggal penetapan JF, dan setiap pejabat fungsional
wajib menjadi anggota organisasi profesi JF.
“Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 364
Peratuan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 yang telah diundangkan oleh
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 7 April 2017 itu.